IDENTITAS BUKU
Judul
|
Rangkaian Melati Kehidupan H.M. Thayib
Abdullah
|
Lokasi Koleksi
|
(LSM) Perp. Gelaran Ibuku
|
Edisi
|
1997
|
Penulis
|
|
Subjek
|
|
Klarifikasi
|
T Lok 1997 MR
|
GMD
|
Text
|
Bahasa
|
Indonesia
|
Penerbit
|
Lewa Mori
|
Tahun Terbit
|
1997
|
Tempat Terbit
|
Jakarta
|
Jumlah Halaman
|
224 halaman
|
Ukuran
|
21cm
|
DESKRIPSI PENULIS
Muhammad
Zulkarnain dengan nama asli Eddy Crayn
Hendrik dilahirkan pada tanggal 6 juni 1943 adalah seorang anak pendeta The
Salvation Army,disamping dididik diasrama langsung oleh ayahnya.Ia masuk islam
ketika menjadi guru SMA Mawadhi Dompu
Sumbawa pada tanggal 3 juli 1967 dan berganti nama menjadi Muhammad
Zulkarnain.Rajin dalam dakwah dan autodidaknya,maka Zulkarnain telah menjadi
seorang penulis Kristologi yang lumayan dikenal sehingga medapat undangan-undangan
terutama dari para mahasiswa dan beberapa perguruan tinggi di indonesia.10
tahun melanglang buana ke 17 propinsi di indonesia sambil kenegara tetangga
,membuat ia lebih matang lagi terhadap keilmuan yang dipegangnya.Salah satu
bukunya disamping buku MENGAPA SAYA MASUK ISLAM yang sudah ulang cekat sampai
12 kali ialah buku “SURAT BUAT MAMA” yang sangat halus uraiannya,sangat
mengetuk hati yang bagaimanapun kerasnya.Sambil berdakwah,berwiraswasta dan
menulis ia kini berdomisili di Pamalang
dengan damainya sambil mengasuh cucu-cucunya yang tercinta : Wieke dan Merpati
Cendana Wangi,cucu perempuan yang sangat nakal,cantik dan menawan hati.
IKHTISAR BUKU
Tujuan
penulis dalam menulis buku ini yaitu berusaha untuk mengulas kembali kisah
heroik pejuangan beliau-beliau dimasa revolusi 45 di Bima yang banyak sekali
terpendam.Penulis berfokus menceritakan seorang pahlawan bima yang bernama
“H.M. Thayib Abdullah” yaitu sosok guru
besar atau sekaligus menganggapnya sebagai Ayah yang memotivasi dan merubah
hidupnya yang lebih baik.Yang disampaikan penulis melalui bukunya yaitu
menceritakan kembali riwayat hidup beliau,ayah/guru/idola penulis H.M Thayib
Abdullah almarhum,karena ia berharap dari terungkapnya riwayat hidup beliau
ini,akan termotivasi dan tergugah dalam diri kita suatu HIMMAH dan GHOIRIYAH
yang baru,yang segar,sebagai pendorong handal dalam menciptakan pembangunan
baik moril maupun materiel bangsa ini.
ISI RESENSI BUKU
·
BIMA 1921
Berbicara
Bima tahun 1921,tidaklah jelas manakala kita tidak”menembus waktu”kemasa
silam,sebab jengankan hanya Bima,seluruh dunia pun sudah sangat jauh bedanya
saat ini dengan masa-masa 75 tahun yang
lalu baik dibidang ekonomi kemiliteran,akhlaq,budaya,adat-istiadat
transportasi,komunikasi,demikian juga dengan bidang-bidang pendidikan politik
dan lain-lain.Tahun 1921 adalah tahun-tahun awal menjelang “zaman
meleset”(maksudnya melaise),yakni tahun-tahun kesulitan luar biasa di
eropa.Cultur stelsel ternyata tidak dapat menjamin bumi putra(tidak ada sangkut
pautnya dengan negri orang-orang jawa
terkenal dengan budged(begroting/anggara belanja)yang termurah didunia adalah 2
setengan sen,atau istilah sebenggol sehari “Luar Biasa!!”.Sampai kepada
tahun-tahun revolusi 45 orang-orang jawa tudak begitu paham keadaan luar daerah
dalam pengertian peta bumi,karena memang ditahun-tahun tersebut
pendidikan,terutama komunikasi dan informasi belumlah sehebat sekarang ini.
(Waktu
itu)terhadap yang bukan jawa mereka menyebutnya dengan istilah “Wong
Sebrang”bahwa untuk orang madura sekali pun.Kawin dengan “wong sebrang”sungguh
sangat mengerikan,sebab konon “nang kanane”(disananya
nanti)didol,disembeleh(dijual sang istri tersebut,bahkan dikayau).Meskipun idee
Indonesia Merdeka ditahun-tahun berikutnya sudah cukup gencar dikumandangkan
oleh Bung Karno,tetapi berdasarkan
pengalaman ,sultan-sultan kita lebih
baik berkiblat thaat kepada Belanda yang dapat menjamin kehidupan tenang sentausa diatas tachta dan tanah-tanahnya yang kadang kala
sangatlah luasnya,meskipun bukan berarti tidak ada perlawan sama sekali
terhadap pemerintah belanda.
Bima
tahun 1921 jadilah sebuah negri foedal seperti negri-negri lain
diindonesia,yang tata tentrem kerta rahaja,teduh tenang tanpa klakson dan
knalpot mobil yang hilir mudik seperti sekarang ini,sepi sunyi dari aneka
polusi,baik polusi udara maupun polusi budaya.Fanatisme budaya masih begitu
tinggi dan dipegang teguh oleh
masyarakat.Alat transportasi yang sampai saat ini masih cukup dominan ialah
kuda.Bioskop dan aneka yang sejenisnya belum memasuki alam Bima waktu itu,juga
aneka mode gila-gilaan seperti sekarang ini.Satu-satunya hiburan barangkali
ialah manakala kapal-kapal KPM berlabuh di teluk Bima yang sangat asri itu.
Pada
tanggal 21 maret 1921 disebuah rumah panggung yang sederhana seperti
rumah-rumah yang ada disekitarnya
lahirlah seorang bayi laki-laki dari pasangan abdullah dan habibah yang diberi
nama Muhammad Thayib.dan karena nama ayahnya bernama abdullah maka diberi nama
Muhammad Thayib Abdullah.Sejak umur 2 tahun rupanya Muhammad Thayib Abdullah
telah harus benar-benar mengalami pengalaman dan penderitaan Nabi Muhammad SAW
yang ketika masih balita juga telah ditingga; ayahnya berpulang ke ramatullah
sehingga beliau dirawat oleh kakeknya,Abdul Mutolib.Ketika masih kecil M.Thayib
Abdullah gemar sekali membaca buku Winnetouw karangan Kerl May,yang sudah tentu
berhubungan buku suku mohawk tumpas.Kepahlawan Winnetouw,kehebatan Old
Shatterhand dan lain-lain yang akhirnya juga mempengaruhi kehidupannya,sehingga
kelah beliau dikenal sebagai seorang pejuang bangsa yang cemerlang.
·
Mahligai Rumah Tangga
Disolo
rupanya tresno jalaran kulino inilah yang menimpa Thayib Abdulah yang bujangan
yang sudah menamatkan pendidikannya dari Mualimin Muhammadiyah Solo,ketika
setahun sebelumnya ditempatkan disekolah
Muhammadiyah Bima telah tiba seorang gadis cantik yang berwajah melankolis yang bernama Sitti Hawa
Takalondongkang.Pertemuan demi pertemuan
inilah yang akhirnya melahirkan cinta abadi yang indah,kebetulan suasana pun
ikut mendukung,yaitu suasana perang dan suasana senasib sepenanggungan.Love can
change star in the sky.Kata seorang pujangga Yunani.Pimpinan-pimpinan
Muhammadiyah lalu mengambil tindakan bijaksana mempertemukan saja keduanya
dalam ikatan pernikahan.Meskipun suasana perang ,maka akhirnya acara pernikahan
digelar pada tanggal 20 maret 1944.
·
Junghu Ianfu
Pertentangan
kepentingan ekonomi antara amerika dan jepang sudah deadlock,alias buntu.Maka
pada tanggal 8 desember jam 07.15 waktu hawai,hari minggu pagi jepang dengan
sangat gencar dan tiba-tiba sekali menyerang angkatan laut amerika.Dapat
dikatakan hampir semua kapal perang amerika musnah setelah operasi penyerangan
yang sangat dirahasiakan tersebut melepaskan sandinya dari Tokyo: Tora! Tora!
Tora! .Menilik kepada profesi semula,maka pasuka-pasukan jepang ini sebenarnya
terbagi menjadi dua,yaitu militer dan dimobolisasikan.
Junghu
Ianfu: pengumpulan gadis-gadis untuk dijadikan pelacur dengan keadaan yang
sangat sengsara,lahir terutama bathin.Kembali kemaslahan Ianfu,maka diBima
jepang meminta “gadis-gadis kopi”ini kepada Salahudin,Sri Sultan Bima.Relakan
anak perempuan atau istri-istrinya menjadi Ianfu,maka sikap M.Thayib Abdullah berprinsip TIDAK!.maka dimalam yang gelap
dizaman perang itu tercetus 3keputusan yang lebih merukpakan suatu kebulatan
tekad:
1.Pemanggilan
untuk pelayan rumah kopi jepang harus ditolak dengan cara apapun juga.
2.Oleh
karenanya secepatnya KRI akan mengirimkan delegasi untuk menemui Sri sultan
Bima yang adalah juga waliyul Amri untuk mengkonfrimasikan kebenaran berita
tersebut dan meminta pertanggungjawaban beliau seandainya beliau benar-benar
menerimanya.
3.Meminta(Sebenarnya
lebih tepat menuntut )kepada Jeneli Woha (camat) Idris M. Ja’far supaya beliau
melarang melakukan kawin paksa didaerah hukumnya.Berdasarkan ketiga diktum
tersebut maka esokanya mereka berlima dengan bantuan delman berangkat menuju istana sultan untuk menemui
Sri sultan.Setelah itu mereka berdiskusi.Kedua pejabat hadat,pengapit waktu
menerima utusan tersebut yaitu H.Sulaiman dan M.Hasan Ompu menteror kelima
utusan tadi dengan mengatakan menolak keinginan Jepang berarti bisa dibunuh
oleh mereka.Lucunya kedua pejabat Hadat tersebut bukanya memihak kepada kelima
utusa yang datang menghadap demi demi kepentingan Bima,malahan berpihak kepada
Nippon yang menginjak harkat dan martabat orang Bima.Maka ketika M.Thayib
Abdullah dan kawan-kawan muncul diujung jalan,tak pelak lagi masyarakat
berbonfong-bondong mengerumininya tak sabar mendengarkan penjelasan apa yang
didapat sri sultan nya.Beliau pun menceritakannya apa danya dengan sangat
pilu.Tanpa merasa lelah,dan bisa juga dengan lupa makan,lupa istri lupa anak
M.Thayib Abdullah malam itu juga dengan anggota-anggota KRI yang lain
bermusyawarah lagi.Demikianlah,maka pada keesokan harinya berangkat;ah
utusan-utusan tersebut,tiba dirumah Menseibu.Mereka membenarkan,lalu
menyarankan surat yang sudah dibuatnya semalam dari KRI Tente.Atas permintaan
utusan-utusan,maka Tomasiro dan diminta besoknya jam 9 pagi datang ke Tente
untuk memberikan penjelasan langsung kepada rakyat Nipon supaya tidak meminta
gadis-gadis suci untuk rumah kopi,yang nota bene ya untuk Junghu Infu itu.
·
Cap
Darah “Berjuang Sampai Mati” Para Pemuda Bima 1945
pada
malam hari 2 September 1945 seorang pemuda pembawa pesan kemerdekaan M Noer
Husen yang di utus dari Singaraja di
panggil untuk datang ke Tente untuk ditanyai perihal kemerdekaan Indonesia.
Dari Desa Keli menuju Tente, M Noer Husen sangat gembira karena ada orang yang
respon terhadap pesan kemerdekaan yang dia bawa dari Singaraja tersebut.
Sesampainya
di Tente dan langsung bertemu dengan beberapa pemuda yang sudah menunggunya
untuk kabar Proklamasi kemerdekaan tersebut, saat itu malam hari dan dalam
suasana perang tentu rasa curiga dan was-was pasti menghinggapi pikiran M Noer
Husen Muda.
“Apakah
benar kemerdekaan Indonesia sudah di proklamasikan?” Tanya Thayib Abdullah
kepada M Noer Husen, di kutip dalam Rangkaian Melati Kehidupan H. M Thayib
Abdullah sebuah buku Biografi perjuangan yang di terbitkan tahun 1997.
“Benar”.
Kata M Noer Husen, kemudian Thayib Abdullah bertanya lagi “Apakah ada
bukti-buktinya?!”. Kemudian di keluarkan bukti tersebut yaitu tiga buah surat
dari Gubernur Sunda Kecil I Gusti Ketut Puja yang ditujukan untuk Sultan Bima,
tapi surat kemerdekaan tersebut tidak di tanggapi dengan serius.
Karena
terlambatnya tersebar berita kemerdekaan banyak kerugian mental maupun fisik
yang dialami oleh rakyat Bima kala itu. Menurut Ahmad Amin “rakyat banyak
menderita sehingga kebencian rakyat terhadap Jepang kian bertambah besar.
Meskipun Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terlambat di dengar di Bima”.
(Sejarah Bima. Sejarah Pemerintahan dan Serba Serbi Kebudayaan Bima. 1971)
“Ini
bukan berita lagi, tetapi sudah suatu kepastian yang dapat diyakini
kebenarannya. Maka marilah saat ini juga kita berikrar mendukung Proklamasi
tersebut dan menyusun barisan untuk mempertahankan kemerdekaan ini”. Kata Saleh
Bakry yang dikutip dari Rangkaian Melati Kehidupan H.M Thayib Abdullah.
Setelah
tersiar kabar Proklamasi kemerdekaan di tanah Bima, serentak dari berbagai
tokoh pemuda saat itu datang di Tente untuk mendengarkan langsung dari pembawa
pesan kemerdekaan M Noer Husen bahwa Negara Indonesia telah Merdeka dengan di
bacakannya Proklamasi Kemerdekaan oleh Sukarno-Hatta.
Maka
pada malam itu juga para pemuda di Tente tersebut berikrar dan bersumpah untuk
membela Proklamasi kemerdekaan 45 tersebut di Bima sampai titik darah terakhir.
Dimana saat itu juga di buatlah surat ikrar sumpah setia, ikrar sumpah tersebut
di tanda tangani dengan memakai tinta darah mereka sendiri yang di kenal dengan
sumpah “Berjuang Sampai Mati” untuk Merah Putih yang dilakukan di rumah Thayib
Abdullah.
Beberapa
nama para pemuda yang bertanda tangan untuk ikrar sumpah setia pada Merah Putih
dan Kemerdekaan tersebut, antara lain yaitu :
1.
M. Saleh Bakry
2.
M. Thayib Abdullah
3.
Abubakar Abbas
4.
Abdullah Amin
5.
Abubakar Djafar
6.
Achmad Daeng Amin
7.
Yahya Teta La Ani
8.
Abdul Rahman Yusuf
9.
Husain Abdullah
10.
Yaman Ibrahim
Setelah
mereka menoreh tinta darah di atas ikrar sumpah setia maka bersama mereka
membaca sumpah yang memakai bahasa Bima, dan sumpah inilah yang mengawali
perjuangan para pemuda tersebut di tanah Bima untuk membela Merah Putih, bunyi
sumpah tersebut sebagai berikut :
Mori
ato Made !!
Tahopu
made di umbu, dari pada mori di jajah !
Dana
Mbojo di ru`u Mbojo, Lain di cou-cou
Ndai
loasi ncao sampe made !!
Pembentukan
pergerakan kemerdekaan para pemuda tersebut, menyebar ke seluruh tanah Bima
mengenai perjuangan mereka. Kemudian dari para pemuda tersebut terlahirlah
gerakan perjuangan yang di namakan Angkatan Pemuda Islam atau di singkat API
yang di ketuai oleh Thayib Abdullah, gerakan perjuangan tersebut sangat agresif
terhadap persoalan penjajahan.
Dengan
tersebarnya berita kemerdekaan maka tanggal 25 Oktober 1945 para pemuda Bima
mendesak pemerintah setempat untuk segera mengambil langkah dan menyatakan
kemerdekaan Indonesia dengan mengibarkan Merah Putih di Istana Bima serta
mengangkat Abdul Kahir sebagai Jena Teke (Putra Mahkota).
·
PERAN GURU DALAM
PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI BIMA
Kemerdekaan
Republik Indonesia di Pulau Sumbawa khususnya Bima tidaklah luput dari
perjuangan hidup dan mati para Guru muda. Mereka ikrarkan diri untuk
memperjuangkan kemerdekaan Merah Putih di Bima hingga tetesan darah terakhir,
peran para Guru dalam memerdekakan Bima kala itu didasari oleh kabar Proklamasi
kemerdekaan 1945 yang di bawa oleh dua pemuda dari Singaraja.
Para
pemuda yang memproklamirkan Kemerdekaan di Bima itu adalah para Guru muda yang
mendedikasikan diri mereka untuk membangun genersi yang cerdas guna melawan
kolonialisme di Nusantara. Dari puluhan pejuang yang berprofesi sebagai Guru
muda anatara lain adalah M. Thayib Abdullah, M. Nur Husen, Yaman Ibrahim,
Ishaka Abdullah, Abubakar Abas dan Ilyas Mustafa.
Setelah
memproklamirkan kemerdekaan di Bima pada tanggal 24 September 1945 Ishaka
Abdullah dan M Amin Saleh membentuk Angkatan Pemuda Indonesia atau di singkat
API. Dalam struktur organisasi perjuangan API kebanyakan anggotanya berprofesi
sebagai Guru pengajar di Bima.
Setelah
terbentuknya API di Bima hal pertama yang mereka lakukan adalah melawan pasukan
Jepang yang menduduki Bima mulai sejak 17 Juli 1942. Pada tanggal 25 Desember
1945 terjadi penyerbuan di markas API cabang Sape oleh tentara Jepang,
dikarenakan Mayor Jendral Tanaka mengeluarkan surat perintah No. 12/3/BTNP agar
semua senjata milik organisasi Rakyat atau perorangan agar di serahkan pada
Jepang.(Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 Daerah Nusa Tenggara Barat.
1979).
Pada
tanggal 29 Desember 1945 peryerbuan kembali dibalas oleh Pasukan API sehingga
terjadi kontak senjata dari jam 2 hingga jam 10 keesokan harinya. Dimana
peristiwa tersebut di kenal dengan Perang Oi Maci di Pelabuhan Sape, atas
perintah Sultan Bima kedua anggota API di Sape yaitu Mustamin Abdurrahman dan
Abdulmajid Yusri di tangkap karena dianggap sebagai pengacau.(Sejarah Revolusi
Kemerdekaan 1945-1949 Daerah Nusa Tenggara Barat. 1979).
Kemudian
terjadi lagi penyerangan besar-besaran di markas Jepang yang bertempat di Raba
pada tanggal 1 Januari 1946 oleh Pasukan API. Pertempuran tersebut terjadi 2
hari lamanya hingga 2 Januari 1946. Sepak terjang para pejuang API dalam hal
menyerang markas mereka di Raba Dompu dan Lawata membuat geram Mayor Jendral
Tanaka sehingga API dinyatakan sebagai pengacau yang harus di hilangkan dari
Bima. Sehingga pada tanggal 10 Januari 1946 pimpinan API Thayib Abdullah
bersama Ishaka Abdullah di tangkap oleh Jepang yang di tuduh sebagai orang
“Merah Putih” dan pengacau keamanan daerah.
Setelah
sisa pasukan Jepang di Bima berhasil di usir, maka hal yang sangat mengecewakan
para pemuda tersebut yaitu masuknya NICA
(Nederlandsch Indiƫ Civil Administratie) di Bima. Penangkapan besar-besaran di lakukan oleh NICA pada para
Pejuang “Merah Puith” Bima tanpa ada pembelaan yang dilakukan oleh Sultan Bima.
Di kutip dari memoir-nya Thayib Abdullah bahwa NICA masuk ke Bima pada tanggal
12 Januari 1946.
Kemudian
bergabungnya Kesultanan Bima ke Negara Indonesia Timur (NIT) pada tanggal 24
Desember 1946, membuat seluruh pemuda kecewa atas keputusan yang dilakukan oleh
Sultan Bima bergabung dengan NIT, karena merasa sangat marah dan kecewa mereka
melakukan perlawanan sehingga seluruh pejuang API sebagian ada yang di tangkap
dan sebagian ada yang mengasingkan diri.
Awal
bulan Januari 1947 empat tokoh API yaitu Thayib Abdullah (Ketua API), Nur Husen
(Ka-Staf API), Yaman Ibrahim (Staf Penerangan KNI) dan Ilyas Mustafa (Ka-Staf
Latihan API) menuju kota Kupang untuk mengajar di sekolah asuhan PERSIT
(Persatuan Istri Tentara) dan sekaligus menghindar dahulu dari intaian para
mata-mata NICA yang terus memantau pergerakan mereka dalam mengatur strategi
perjuangan.
Sekembalinya
dari Kupang tahun 1949 para Guru tersebut tetap melanjutkan perjuangan mereka
melawan NICA dan antek-anteknya, penyiksaan dan penjara adalah teman baik bagi
para pejuang API. Setelah sekian lama melakukan perlawanan terhadap penjajahan,
kabar baik datang dari Jakarta yaitu undangan yang ditujukan untuk perwakilan
pejuang Bima agar datang menghadiri penyerahan kedaulatan RI oleh pihak
Belanda. Tanggal 27 Desember 1949 berangkat Thayib Abdullah, Saleh Bakri dan
Idris M. Djafar untuk menghadiri undangan tersebut di Jakarta.
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN BUKU
- Ide-ide pokok yang diuraikan didalam buku ini sesuai dengan tujuan penulisan buku,didalam buku ini juga terdapat alur maju yang sesuai dengan awal sampai akhir kehidupan M.H Thayib Adbullah
- Pengungkapan ide-ide pokok dalam buku tersebut tersusun secara sistematik,dan bagian buku bagian satu dengan bagian lainnya tersusun secara harmonis
- Bahasa yang digunakan penulis agak sulit dipahami,dikarenakan ada bagian-bagian yang tidak dijelaskan arti bahasa tersebut.
- Masih terdapat kesalahan tulisan atau typographi.
- Gambar di dalam buku menggunakan warna hitam-putih sehingga agak kurang jelas dilihat.
KESIMPULAN
Kesimpulannya,
Buku “Rangkaian Melati Kehidupan M.H Thayib Abdullah” adalah sebuah buku
motivator yang layak untuk dibaca.Sebuah buku yang menceritakan perlawanan dan
pejuangan dari kisah hidup beliau M.H Thayib Abdullah.Banyak pengetahuan dan pelajaran
yang dapat kita petik dari buku ini,khusunya untuk masyarakat Bima.Penulis
dapat memberikan pelajaran hidup bagi pembaca.Di buku ini Penulis juga dapat
menceritakan dengan rinci kepribadian beliau sehingga memotivasi dan
membangkitkan jiwa nasionalisme untuk membangun dan menjaga negara kita ini.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar